Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang tertentu yang sulit dihadapi. Orang-orang jenis ini juga ada di kantor kita dalam berbagai variasinya. Ada tipe orang yang tak pernah berhenti bicara dan kalau sudah bicara tak bisa disela atau pun susah distop, dan orang macam ini umumnya tak mau mendengar. Ada tipe lain lagi yang selalu punya kata untuk mengomentari orang lain, atau yang lebih parah lagi suka mengkritik pekerjaan temannya, yang bukan bagiannya. Kita juga menjumpai adanya orang-orang yang tak bisa menjaga komitmen.
Di antara orang-orang seperti itu ada yang diam-diam maupun terang-terangan menempatkan diri sebagai pesaing Anda, misalnya dalam meraih simpati dan opini positif dari atasan. Sebagian yang lain lagi mungkin ada yang berusaha menjatuhkan Anda sehingga memaksa Anda untuk selalu merasa seolah-olah Anda perlu balik mengawasi dia. Orang-orang tertentu di tempat kerja Anda mungkin juga membentuk ‘geng’ tanpa memasukkan Anda menjadi anggotanya, sehingga Anda menjadi merasa tersisih.
Begitulah, orang-orang yang sulit semacam itu, yang pada gilirannya membuat kita juga berada dalam situasi yang sulit, ada dalam setiap lingkungan kerja. Kita harus menyadarinya. Tak peduli jenis situasi sulit seperti apa yang kita temukan, orang atau situasi yang sulit tak mungkin kita hindari. Kita harus menghadapinya. Mengapa demikian –mengapa tak kita diamkan saja?
Menurut kolumnis masalah SDM Susan M Heathfield, bila kita mendiamkan saja orang-orang yang sulit seperti itu, situasi tidak akan berubah dengan sendirinya, dan biasanya akan makin buruk. Cuek, atau pura-pura tidak tahu hanya akan memperbaiki situasi di permukaan, namun sebenarnya justru menunda konflik yang kelak bisa meledak menjadi sesuatu yang bersifat kontraproduktif.
Pada dasarnya, orang berada dalam situasi “shock” ketika mereka diperlakukan secara tidak profesional. Jika Anda menghadapi situasi seperti itu, cobalah renungkan dan pahami apa yang sebenarnya tengah terjadi. Sekali Anda telah menyadari apa yang sedang terjadi, membiarkan diri berlama-lama berada dalam situasi sulit bukanlah pilihan yang tepat. Jangan sampai situasinya menjadi semakin tidak rasional sehingga membuat Anda marah dan sakit hati. Susan mengingatkan, alangkah jauh lebih baik menghadapi orang yang sulit selagi kita masih bisa bersikap objektif dan mengendalikan emosi.
Lebih penting lagi, membiarkan diri terlibat dalam konflik berkepanjangan di tempat kerja, bukan hanya akan membuat Anda disalahkan karena dinilai “tidak becus menghadapi situasi layaknya seorang profesional dewasa”. Lebih dari itu, salah-salah Anda bahkan bisa dicap sebagai “orang sulit" juga. Sekalinya Anda dicap begitu, maka sulit untuk menghapusnya dan berdampak buruk terhadap perkembangan karir Anda ke depan.
Jadi, ketimbang situasinya menjadi terbalik, lebih baik Anda hadapi orang yang sulit di lingkungan kerja Anda sejak dini. Susan memberikan cara yang produktif untuk menghadapi mereka:
1. Mulailah dengan bertanya pada diri sendiri. Yakinkah Anda bahwa masalahnya adalah orang lain, dan bukan Anda sendiri saja yang overacting?
2. Diskusikan apa yang sedang Anda alami dengan teman atau kolega yang terpecaya.
3. Dekati orang yang Anda anggap sumber masalah tersebut untuk diajak bicara dari hari ke hati.
4. Tindak lanjuti pembicaran empat mata itu: apakah ada perubahan sikap? Apakah lebih baik? Atau, lebih buruk? Perlukah dilakukan pembicaraan lanjutan?
5. Hadapkan orang yang sulit itu ke publik. Misalnya, sindir dia dengan humor yang halus sampai yang agak kasar.
Jika kelima cara di atas tidak berhasil dengan baik, lakukan langkah berikut:
1. Libatkan pihak lain. Termasuk, bicarakan dengan atasan. Catatlah bahwa masalahnya bukan lagi sebatas antarpribadi melainkan sudah menyangkut produktivitas kerja Anda yang terganggu. Blak-blalan saja pada bos, betapa sulitnya menghadapi orang tersebut.
2. Kerja sama dengan karyawan lain yang punya masalah yang sama dengan orang tersebut. Tapi, hati-hati dengan pendekatan ini. Ingat selalu bahwa Anda ingin menyelesaikan masalah, dan bukannya sedang menggalang sekutu untuk menjatuhkan orang lain
3. Jika pendekatan tersebut gagal membuahkan hasil yang menggembirakan, cobalah batasi akses orang yang sulit tersebut terhadap diri Anda.
4. Pindah ke divisi lain. Tentu saja ini tergantung besar-kecilnya perusahaan tempat kerja Anda, tapi yang jelas Anda tak bisa lagi bekerja dengan orang yang sulit itu. Jadi, pindah bagian adalah pilihan mutlak.
5. Bila hal itu tidak mungkin, cabut saja dari perusahaan tempat Anda bekerja. Sebab, Anda bukan orang yang sulit.
From Zero to Hero ..... !!!!!!
Selamat datang di blog mahasiswa UNAIR angkatan 2008, S2-AKK, Magister Manajemen Pemasaran dan Keuangan Pelayanan Kesehatan.
Keterangan foto atas (dari kiri ke kanan) :
(Atas) Ibu Nyoman ( Big Boss MPKPK ) & Mr. Kukuh ( komting ), Taufan, Ida, Zuhaida, Anita, Nurul
(Bawah) Anita Bjn, Iwan, Gede Danu, Ayu (Where r u ??), Titin
TOGETHER ..... WE CAN !!!
Keterangan foto atas (dari kiri ke kanan) :
(Atas) Ibu Nyoman ( Big Boss MPKPK ) & Mr. Kukuh ( komting ), Taufan, Ida, Zuhaida, Anita, Nurul
(Bawah) Anita Bjn, Iwan, Gede Danu, Ayu (Where r u ??), Titin
TOGETHER ..... WE CAN !!!
MPKPK 2008
Yes ... We can !!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment